Waspada Radikalisme di Tengah Pandemi Covid-19

Ketua Komisi Informatika dan Komunikasi MUI Kabupaten Bogor Ahmad Madroji, SHI

Bogor - Kegiatan ini diselenggarakan agar umat mendapat tausiah dan pencerahan.  Kami berharap umat jangan terjebak dengan pengkotak-kotakan dan merasa paling benar dan hebat, umat harus saling asah asih asuh, umat jangan sampai menjadi jihad yang salah, jihad yang merusak, jihad yang baik ialah yang merawat dan menjaga bangsa dan hal tersebut sudah dicontohkan Baginda Nabi Muhammad SAW yang mempersatukan, selain itu beliau melaksanakan Ukhuwah Islamiyah bersatunya kaum Muhajirin dan Anshar dan juga menghormati dinamika kehidupan bersama walau beda akidah (non muslim). Untuk di Kabupaten Bogor sendiri penduduknya 6.800.000 juta jiwa, 98,3 % muslim, kita pun harus saling menyayangi dan menghargai dengan toleransi yang tinggi walau menjadi umat mayoritas.

Ketua Komisi Informatika dan Komunikasi MUI Kabupaten Bogor Ahmad Madroji, SHI, menjelaskan pada bulan Maret 2021, dengan mengutip Internetworldstats, pengguna internet di tanah air mencapai 212,35 juta dengan estimasi total populasi sebanyak 276,3 juta jiwa. Artinya hampir 70 % penduduk indonesia menjadi pengguna aktif. Dan 62 % itu kalangan pemuda. Padahal kalangan pemuda dengan rentang usia 17-24 tahun menjadi target utama jaringan radikalis, ekstrimis dan intoleran. Kita ketahui sendiri kalangan remaja di usia tersebut sedang kehausan mencari jati diri ditambah kondisi literasi digital yang belum masif. 

Ada satu pakar menyebutnya sebagai Infodemik yaitu banjirnya misinformasi, disinformasi yang sesat dan menyesatkan. Pada satu titik radikalis, ekstrimis dan intoleran yang mengarah pada tindakan terorisme tidak terkait agama atau ideologi manapun, yang ada hanya pemanfaatan labeling demi kepentingan orang-orang jahat tersebut dengan menghalalkan segala cara, daya dan upaya.

Kepala BNPT RI Komjen Pol. DR. H. Boy Rafli Amar, SH.MH, mengatakan upaya Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme terus dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang telah diamanatkan oleh negara melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan yang Mengarah pada Terorisme (RAN PE), yang di sah-kan oleh Presiden Joko Widodo, pada 6 Januari 2021.

Tentu dibutuhkan kerja kolaborasi dan inklusif dari semua pihak, ekstrimisme, radikalisme dan terorisme tidak terkait ajaran dan agama dan tertentu. Yang ada hanyalah pihak-pihak tertentu yang hanya memaksakan kehendak dengan melakukan berbagai cara bahkan dengan menghalalkan segala cara.

Yaitu cara yang melanggar hukum dan agama mana pun. Untuk kewaspadaan menjadi keniscayaan bagi kita semua. Dengan melakukan moderasi beragama kita harus terus mengupayakan kenyamanan dan kesejukan bagi semua pihak. Kalangan  muda patut meningkatkan literasi digital untuk menghindari ajakan dan aksi teror dari ruang media sosial yang jangkauannya tak terbatas. Para Kyai diharapkan melakukan dakwah dengan bil hikmah (Lembut dan contoh yang baik).

Selaku narasumber Direktur Deradikalisasi BNPT RI Prof. Dr. H. Irfan Idris, MA, menjelaskan kita harus mewaspadai 2 virus saat ini, yaitu Virus Covid 19 dan Virus Radikalisme, Ekstremisme dan Intoleran. Agama mengajak kita untuk berdamai dan menuntun kita kepada jalan kebaikan. Bukan mengajak kepada kekerasan apalagi berbuat kerusakan.

Tidak sedikit generasi muda terpapar akibat media sosial. Maka kita harus antisipasi dengan seksama, waspada suatu keniscayaan namun pencegahan lebih utama. Intoleran merupakan cikal bakal kepada tindakan radikalisme, ekstrimisme dan tindakan terorisme maka kita harus perkuat dengan literasi dan pemahaman agama yang baik dan benar.

Ketua MUI Pusat Bidang Informatika dan Komunikasi KH. Drs. Mabroer, MS, MUI telah mengeluarkan Fatwa terkait terorisme No. 3 Tahun 2004, maka menjadi tugas bagi kita semua untuk mencegah dan menepis paham yang terkait dengan radikalisme, ekstrimisme dan intoleran. Islam Wasatiyah dan moderasi beragama harus dikedepankan, deradikalisasi harus melibatkan semua pihak, mitigasi ideologi dapat dilakukan melalui sektor pendidikan misalnya ke pondok pesantren sangat berbeda jika dilakukan dengan melalui pendekatan keamanan. Kelompok mayoritas harus mampu melindungi minoritas dan sebaliknya minoritas jangan takut kepada yang mayoritas.